Sabtu, 12 Februari 2011
Rabu, 09 Februari 2011
kapal selam
SSK Collins Class (Type 471)
A $15 billion fleet of Australian-built submarines will be the centrepiece of the Federal Government’s blueprint to shore up the nation’s defences and provide high-tech naval deterrence against Indonesia and China.
The Herald understands the 15- to 20-year project, nicknamed SEA 1000, will aim to replace the Royal Australian Navy’s fleet of six Collins Class submarines based at Garden Island, Western Australia.
The project promises to be one of the expensive items in the Government’s much-vaunted defence white paper.
The Adelaide-built submarines will combine Australian, European and American technology and the project is expected to create thousands of jobs, as well as interest from international submarine outfitters.
Read more »
February 23, 2009 Posted by adiewicaksono | Kapal selam, Negara Lain | Australia, Submarine | 4 Comments
British, French nuclear subs crash in Atlantic
Le Triomphant
BRITISH and French nuclear submarines which collided deep under the Atlantic could have sunk or released deadly radioactivity, it emerged last night.
The Royal Navy’s HMS HMS Vanguard and the French Navy’s Le Triomphant are both nuclear powered and were carrying nuke missiles.
Between them they had around 250 sailors on board.
A senior Navy source said: “The potential consequences are unthinkable. It’s very unlikely there would have been a nuclear explosion.
Read more »
February 16, 2009 Posted by adiewicaksono | Kapal selam, Negara Lain | England, France, Submarine | Leave a Comment
We need new submarines!!!!
kilo class
Fiuh…. susah amat siy buat punya kapal selam baru, padahal dari skema KE dengan Rusia, TNI AL bisa mendapatkan minimal satu kapal selam jenis Kilo Class. Lha kok jadi biaya pembangunan sarananya yg jadi masalah, dephan niat ga sih beli kapal selam? Yang gw ga abis pikir, kenapa anggaran dephan setelah dikurangin untuk gaji dll, dibagi ke tiga angkatan untuk melakukan pembelian senjata, kan dananya jadi kecil banget. Mending tiap tahun anggaran untuk melakukan pembelian senjata dijadikan satu, sehingga dananya akan terkumpul lebih besar, sehingga mampu memodernisasni persenjataan TNI lebih cepat. Dan pembelian senjata digilir tiap tahun untuk tiap-tiap angkatan, misal tahun ini semua anggaran pembelian senjata dibelikan untuk membeli senjata untuk TNI AD, tahun berikutnya untuk TNI AL, abis itu untuk TNI AU nah abis itu diputer terus.
Balik lagi ke masalah kapal selam, mungkin banyak orang bertanya kenapa TNI AL sangat ingin memiliki kapal selam jenis Kilo dari Rusia dengan harga yang sangat mahal, kenapa yang tidak murah saja. Ingat ketika kita membeli suatu produk, beda harga tentu beda teknologi yang diusungnya. Jelas teknologi Kilo sangat lebih baik dibanding kapal selam u-209 yang kita miliki saat ini. Selain itu pembelian kapal selam atau yang sudah dimiliki oleh negara-negara di kawasan, seperti SSK Collins Class (Type 471) milik Australia, Scorpene Class milik Malaysia dan Vastergotland yang akan memperkuat AL Singapura dalam waktu dekat. Bukan untuk gengsi-gengsian saat kita akan membeli kapal selam, tapi kapal selam yang kita miliki juga harus sebanding dengan yang “tetangga” kita miliki seperti yang pernah dikatakan oleh KSAL kita.
Read more »
January 10, 2009 Posted by adiewicaksono | Catatan Pribadi, Kapal selam, TNI AL | Kapal selam, TNI AL | 12 Comments
Indonesia Tetap Perlu Tambahan Kapal Selam
submarine Kilo Class
Jakarta (ANTARA News) – Indonesia tetap memerlukan tambahan dua kapal selam sebagai alat pertahanan, dari dua kapal selam yang kini telah dimiliki yakni KRI Cakra-401 dan KRI Nanggala-402.
“Apalagi presiden sudah menyampaikan, bahwa kita minimal perlu dua kapal selam ke depan,” ungkap Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatno usai memimpin upacara HUT ke-46 Korps Wanita Angkatan Laut (Kowal) di Jakarta, Senin.
Karena itu, tambah dia, Mabes TNI AL telah melakukan kajian mendalam untuk spesifikasi kapal selam yang dibutuhkan sesuai tingkat ancaman yang akan dihadapi.
“Hasil kajian berupa spesifikasi teknik (spektek) dan operation requirement/opsreq (kebutuhan operasi) kepada Departemen Pertahanan (dephan) untuk kemudian ditentukan dari negara mana kapal selam itu diadakan. Jadi, kita tidak mengajukan merk atau negara mana. Hanya spektek dan opsreq. Dari negara mana, bukan masalah yang penting kemampuan tempurnya,” ujarnya.
A $15 billion fleet of Australian-built submarines will be the centrepiece of the Federal Government’s blueprint to shore up the nation’s defences and provide high-tech naval deterrence against Indonesia and China.
The Herald understands the 15- to 20-year project, nicknamed SEA 1000, will aim to replace the Royal Australian Navy’s fleet of six Collins Class submarines based at Garden Island, Western Australia.
The project promises to be one of the expensive items in the Government’s much-vaunted defence white paper.
The Adelaide-built submarines will combine Australian, European and American technology and the project is expected to create thousands of jobs, as well as interest from international submarine outfitters.
Read more »
February 23, 2009 Posted by adiewicaksono | Kapal selam, Negara Lain | Australia, Submarine | 4 Comments
British, French nuclear subs crash in Atlantic
Le Triomphant
BRITISH and French nuclear submarines which collided deep under the Atlantic could have sunk or released deadly radioactivity, it emerged last night.
The Royal Navy’s HMS HMS Vanguard and the French Navy’s Le Triomphant are both nuclear powered and were carrying nuke missiles.
Between them they had around 250 sailors on board.
A senior Navy source said: “The potential consequences are unthinkable. It’s very unlikely there would have been a nuclear explosion.
Read more »
February 16, 2009 Posted by adiewicaksono | Kapal selam, Negara Lain | England, France, Submarine | Leave a Comment
We need new submarines!!!!
kilo class
Fiuh…. susah amat siy buat punya kapal selam baru, padahal dari skema KE dengan Rusia, TNI AL bisa mendapatkan minimal satu kapal selam jenis Kilo Class. Lha kok jadi biaya pembangunan sarananya yg jadi masalah, dephan niat ga sih beli kapal selam? Yang gw ga abis pikir, kenapa anggaran dephan setelah dikurangin untuk gaji dll, dibagi ke tiga angkatan untuk melakukan pembelian senjata, kan dananya jadi kecil banget. Mending tiap tahun anggaran untuk melakukan pembelian senjata dijadikan satu, sehingga dananya akan terkumpul lebih besar, sehingga mampu memodernisasni persenjataan TNI lebih cepat. Dan pembelian senjata digilir tiap tahun untuk tiap-tiap angkatan, misal tahun ini semua anggaran pembelian senjata dibelikan untuk membeli senjata untuk TNI AD, tahun berikutnya untuk TNI AL, abis itu untuk TNI AU nah abis itu diputer terus.
Balik lagi ke masalah kapal selam, mungkin banyak orang bertanya kenapa TNI AL sangat ingin memiliki kapal selam jenis Kilo dari Rusia dengan harga yang sangat mahal, kenapa yang tidak murah saja. Ingat ketika kita membeli suatu produk, beda harga tentu beda teknologi yang diusungnya. Jelas teknologi Kilo sangat lebih baik dibanding kapal selam u-209 yang kita miliki saat ini. Selain itu pembelian kapal selam atau yang sudah dimiliki oleh negara-negara di kawasan, seperti SSK Collins Class (Type 471) milik Australia, Scorpene Class milik Malaysia dan Vastergotland yang akan memperkuat AL Singapura dalam waktu dekat. Bukan untuk gengsi-gengsian saat kita akan membeli kapal selam, tapi kapal selam yang kita miliki juga harus sebanding dengan yang “tetangga” kita miliki seperti yang pernah dikatakan oleh KSAL kita.
Read more »
January 10, 2009 Posted by adiewicaksono | Catatan Pribadi, Kapal selam, TNI AL | Kapal selam, TNI AL | 12 Comments
Indonesia Tetap Perlu Tambahan Kapal Selam
submarine Kilo Class
Jakarta (ANTARA News) – Indonesia tetap memerlukan tambahan dua kapal selam sebagai alat pertahanan, dari dua kapal selam yang kini telah dimiliki yakni KRI Cakra-401 dan KRI Nanggala-402.
“Apalagi presiden sudah menyampaikan, bahwa kita minimal perlu dua kapal selam ke depan,” ungkap Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatno usai memimpin upacara HUT ke-46 Korps Wanita Angkatan Laut (Kowal) di Jakarta, Senin.
Karena itu, tambah dia, Mabes TNI AL telah melakukan kajian mendalam untuk spesifikasi kapal selam yang dibutuhkan sesuai tingkat ancaman yang akan dihadapi.
“Hasil kajian berupa spesifikasi teknik (spektek) dan operation requirement/opsreq (kebutuhan operasi) kepada Departemen Pertahanan (dephan) untuk kemudian ditentukan dari negara mana kapal selam itu diadakan. Jadi, kita tidak mengajukan merk atau negara mana. Hanya spektek dan opsreq. Dari negara mana, bukan masalah yang penting kemampuan tempurnya,” ujarnya.
TNI AL
BATAM – Diam-diam, TNI-AL sedang membuat kapal perang (KRI) berbahan dasar aluminium. Hasilnya ditampilkan di Tanjung Guncang, Batam, kemarin.
KRI made in Indonesia itu bukan hanya rancangan anak bangsa, namun seratus persen pekerjaannya ditangani putra-putri Indonesia yang tinggal di Batam, Kepulauan Riau. ”Ini kapal perang (KRI) pertama di Indonesia berbahan baku aluminium yang sukses dikerjakan anak bangsa,” kata Asisten Logistik (Aslog) TNI-AL Laksamana Muda Hardiwan.
Kapal perang yang dberi nama KRI Krait-827 itu merupakan hasil saling tukar ilmu antara TNI-AL -lewat Fasharkan (fasilitas pemeliharaan dan perbaikan) Mentigi- dan PT Batam Expresindo Shipyard (BES), Tanjung Guncang. Pengerjaan dilakukan selama 14 bulan sejak Juni 2007.
PT BES maupun TNI-AL mengaku cukup hati-hati dalam pembuatan kapal itu karena harus sesuai dengan standar operasional dan izin PBB. KRI tersebut bertonase 190 DWT dengan jarak jelajah sekitar 2.500 mil.
Kapal itu dilengkapi radar dengan jangkauan 96 Nautical Mil (setara 160 km) dengan sistem navigasi GMDSS Area 3 (jangkauan komunikasi dan radar yang sudah cukup luas) dengan kecepatan terpasang 25 knots. KRI itu juga dilengkapi dengan senjata antiserangan udara 12,7 mitraliur dan senjata meriam haluan laras ganda (Two in Barrel) kaliber 25 mili yang dapat dioperasikan secara otomatis maupun manual.
Dalam paparannya di depan Aslog TNI-AL dan sejumlah petinggi TNI-AL di galangan kapal PT BES, pihak manajemen perusahaan tersebut mengklaim keunggulan kapal buatan anak bangsa berbahan baku aluminium itu adalah dari sisi efektivitas. ”Kapal ini lebih ringan dan lentur jika dibandingkan dengan kapal yang terbuat dari besi. Maintenance aluminium lebih murah dan tahan karat (antikorosi) dan dirancang hemat bahan bakar minyak (BBM),” kata HRD PT BES Syairudin
KRI made in Indonesia itu bukan hanya rancangan anak bangsa, namun seratus persen pekerjaannya ditangani putra-putri Indonesia yang tinggal di Batam, Kepulauan Riau. ”Ini kapal perang (KRI) pertama di Indonesia berbahan baku aluminium yang sukses dikerjakan anak bangsa,” kata Asisten Logistik (Aslog) TNI-AL Laksamana Muda Hardiwan.
Kapal perang yang dberi nama KRI Krait-827 itu merupakan hasil saling tukar ilmu antara TNI-AL -lewat Fasharkan (fasilitas pemeliharaan dan perbaikan) Mentigi- dan PT Batam Expresindo Shipyard (BES), Tanjung Guncang. Pengerjaan dilakukan selama 14 bulan sejak Juni 2007.
PT BES maupun TNI-AL mengaku cukup hati-hati dalam pembuatan kapal itu karena harus sesuai dengan standar operasional dan izin PBB. KRI tersebut bertonase 190 DWT dengan jarak jelajah sekitar 2.500 mil.
Kapal itu dilengkapi radar dengan jangkauan 96 Nautical Mil (setara 160 km) dengan sistem navigasi GMDSS Area 3 (jangkauan komunikasi dan radar yang sudah cukup luas) dengan kecepatan terpasang 25 knots. KRI itu juga dilengkapi dengan senjata antiserangan udara 12,7 mitraliur dan senjata meriam haluan laras ganda (Two in Barrel) kaliber 25 mili yang dapat dioperasikan secara otomatis maupun manual.
Dalam paparannya di depan Aslog TNI-AL dan sejumlah petinggi TNI-AL di galangan kapal PT BES, pihak manajemen perusahaan tersebut mengklaim keunggulan kapal buatan anak bangsa berbahan baku aluminium itu adalah dari sisi efektivitas. ”Kapal ini lebih ringan dan lentur jika dibandingkan dengan kapal yang terbuat dari besi. Maintenance aluminium lebih murah dan tahan karat (antikorosi) dan dirancang hemat bahan bakar minyak (BBM),” kata HRD PT BES Syairudin
Revitalisasi Museum Batak di Balige
Editor: Jodhi Yudono
Kamis, 20 Januari 2011 | 04:46 WIB
1
istimewa
ilustrasi
JAKARTA, KOMPAS.com--Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa (17/1/2011) telah meresmikan Museum Batak di komplek TB Silalahi Center, Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.
Di awal tahun 2010, SBY memang telah menetapkan Instruksi Presiden No.1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, yang didalamnya ditetapkan 14 program prioritas. Pada prioritas 11 Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi disebutkan Pengelolaan Kekayaan Budaya/kepurbakalaan, khususnya Revitalisasi Museum sebagai salah satu programnya.
Berdasarkan hal tersebut, Revitalisasi Museum 2010-2014 menjadi salah satu Program Unggulan yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata 2010-2014. Pada pelaksanaannya program ini diampu oleh Direktorat Museum Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala selaku pembina permuseuman di Indonesia. Revitalisasi museum sebenarnya merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas museum dalam melayani masyarakat sesuai dengan fungsinya, sehingga museum dapat menjadi tempat yang dirasakan sebagai kebutuhan untuk dikunjungi. Salah satu museum yang direvitalisasi tahun 2010 adalah Museum Batak.
Fokus revitalisasi Museum Batak adalah penyajian di ruang pameran tetap. Tentu saja dalam penyajian ini, ada banyak hal yang disiapkan termasuk pembuatan alur cerita dan pemilihan koleksi yang akan dikomunikasikan kepada pengunjung. Salah satu cara yang ditempuh oleh Direktorat Museum adalah dengan melibatkan narasumber dan akademisi yang tentunya mengetahui kebudayaan Batak dan berasal dari Tana Batak.
Intan Mardiana, Direktur Museum menyatakan bahwa pendirian sebuah museum harus memerhatikan beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut adalah kajian museologis. Kajian ini telah dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata November 2010 lalu. Pada prinsipnya, kajian museologis tersebut menekankan pada lokasi dan bangunan, kelembagaan dan sumberdaya manusia, koleksi dan penyajiannya, sumber dana, dan program Museum Batak di masa yang akan datang.
Selain merevitalisasi Museum Batak ini, tahun lalu ada lima museum yang telah direvitalisasi, yaitu Museum Provinsi Nusa Tenggara Barat, Museum Provinsi Kalimantan Barat, Museum Provinsi Sumatera Utara, Museum Provinsi Jambi, dan Museum Provinsi Jawa Timur. (*)
Editor: Jodhi Yudono
Kamis, 20 Januari 2011 | 04:46 WIB
1
istimewa
ilustrasi
JAKARTA, KOMPAS.com--Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa (17/1/2011) telah meresmikan Museum Batak di komplek TB Silalahi Center, Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.
Di awal tahun 2010, SBY memang telah menetapkan Instruksi Presiden No.1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, yang didalamnya ditetapkan 14 program prioritas. Pada prioritas 11 Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi disebutkan Pengelolaan Kekayaan Budaya/kepurbakalaan, khususnya Revitalisasi Museum sebagai salah satu programnya.
Berdasarkan hal tersebut, Revitalisasi Museum 2010-2014 menjadi salah satu Program Unggulan yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata 2010-2014. Pada pelaksanaannya program ini diampu oleh Direktorat Museum Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala selaku pembina permuseuman di Indonesia. Revitalisasi museum sebenarnya merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas museum dalam melayani masyarakat sesuai dengan fungsinya, sehingga museum dapat menjadi tempat yang dirasakan sebagai kebutuhan untuk dikunjungi. Salah satu museum yang direvitalisasi tahun 2010 adalah Museum Batak.
Fokus revitalisasi Museum Batak adalah penyajian di ruang pameran tetap. Tentu saja dalam penyajian ini, ada banyak hal yang disiapkan termasuk pembuatan alur cerita dan pemilihan koleksi yang akan dikomunikasikan kepada pengunjung. Salah satu cara yang ditempuh oleh Direktorat Museum adalah dengan melibatkan narasumber dan akademisi yang tentunya mengetahui kebudayaan Batak dan berasal dari Tana Batak.
Intan Mardiana, Direktur Museum menyatakan bahwa pendirian sebuah museum harus memerhatikan beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut adalah kajian museologis. Kajian ini telah dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata November 2010 lalu. Pada prinsipnya, kajian museologis tersebut menekankan pada lokasi dan bangunan, kelembagaan dan sumberdaya manusia, koleksi dan penyajiannya, sumber dana, dan program Museum Batak di masa yang akan datang.
Selain merevitalisasi Museum Batak ini, tahun lalu ada lima museum yang telah direvitalisasi, yaitu Museum Provinsi Nusa Tenggara Barat, Museum Provinsi Kalimantan Barat, Museum Provinsi Sumatera Utara, Museum Provinsi Jambi, dan Museum Provinsi Jawa Timur. (*)
batam
Kota Batam
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Kota Batam Lambang Kota Batam.png
Lambang Kota Batam
{{{peta}}}
Peta lokasi Kota Batam
Koordinat :
Motto '
Semboyan '
Slogan pariwisata '
Julukan
Demonim '
Provinsi Kepulauan Riau
Ibu kota {{{ibukota}}}
Luas 715 km²
Penduduk
· Jumlah 949.775 jiwa (Sensus Penduduk 2010)
· Kepadatan 26.514 jiwa/km²
Pembagian administratif
· Kecamatan 12
· Desa/kelurahan 64
Dasar hukum {{{dasar hukum}}}
Tanggal {{{tanggal}}}
Hari jadi {{{hari jadi}}}
Walikota Drs. H. Ahmad Dahlan
Kode area telepon 0778 dan 0770
APBD {{{apbd}}}
DAU Rp. -
Suku bangsa {{{suku bangsa}}}
Bahasa {{{bahasa}}}
Agama {{{agama}}}
Flora resmi {{{flora}}}
Fauna resmi {{{fauna}}}
Zona waktu {{{zona waktu}}}
Bandar udara {{{bandar udara}}}
Situs web resmi: http://www.batamkota.go.id
Kota Batam adalah kota terbesar di provinsi Kepulauan Riau dan merupakan kota terbesar ke tiga populasinya di Sumatra setelah Medan dan Palembang, dengan jumlah penduduk mencapai 949.775 jiwa. Metropolitan Batam terdiri dari tiga pulau, yaitu Batam, Rempang dan Galang yang dihubungkan oleh Jembatan Barelang. Batam merupakan sebuah kota dengan letak sangat strategis. Selain berada di jalur pelayaran internasional, kota ini memiliki jarak yang cukup dekat dengan Singapura dan Malaysia. Batam merupakan salah satu kota dengan pertumbuhan terpesat di Indonesia. Ketika dibangun pada tahun 1970-an awal kota ini hanya dihuni sekitar 6.000 penduduk dan dalam tempo 40 tahun penduduk Batam bertumbuh hingga 170 kali lipat.
Daftar isi
[sembunyikan]
* 1 Sejarah
* 2 Geografis
* 3 Penduduk
o 3.1 Suku Bangsa
o 3.2 Agama
o 3.3 Bahasa
* 4 Ekonomi
o 4.1 Komunikasi, Media & Hiburan
* 5 Pemerintahan
o 5.1 Walikota
o 5.2 Pembagian Wilayah
* 6 Pendidikan
* 7 Transportasi
* 8 Pariwisata
* 9 Lihat pula
* 10 Pranala luar
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Kota Batam Lambang Kota Batam.png
Lambang Kota Batam
{{{peta}}}
Peta lokasi Kota Batam
Koordinat :
Motto '
Semboyan '
Slogan pariwisata '
Julukan
Demonim '
Provinsi Kepulauan Riau
Ibu kota {{{ibukota}}}
Luas 715 km²
Penduduk
· Jumlah 949.775 jiwa (Sensus Penduduk 2010)
· Kepadatan 26.514 jiwa/km²
Pembagian administratif
· Kecamatan 12
· Desa/kelurahan 64
Dasar hukum {{{dasar hukum}}}
Tanggal {{{tanggal}}}
Hari jadi {{{hari jadi}}}
Walikota Drs. H. Ahmad Dahlan
Kode area telepon 0778 dan 0770
APBD {{{apbd}}}
DAU Rp. -
Suku bangsa {{{suku bangsa}}}
Bahasa {{{bahasa}}}
Agama {{{agama}}}
Flora resmi {{{flora}}}
Fauna resmi {{{fauna}}}
Zona waktu {{{zona waktu}}}
Bandar udara {{{bandar udara}}}
Situs web resmi: http://www.batamkota.go.id
Kota Batam adalah kota terbesar di provinsi Kepulauan Riau dan merupakan kota terbesar ke tiga populasinya di Sumatra setelah Medan dan Palembang, dengan jumlah penduduk mencapai 949.775 jiwa. Metropolitan Batam terdiri dari tiga pulau, yaitu Batam, Rempang dan Galang yang dihubungkan oleh Jembatan Barelang. Batam merupakan sebuah kota dengan letak sangat strategis. Selain berada di jalur pelayaran internasional, kota ini memiliki jarak yang cukup dekat dengan Singapura dan Malaysia. Batam merupakan salah satu kota dengan pertumbuhan terpesat di Indonesia. Ketika dibangun pada tahun 1970-an awal kota ini hanya dihuni sekitar 6.000 penduduk dan dalam tempo 40 tahun penduduk Batam bertumbuh hingga 170 kali lipat.
Daftar isi
[sembunyikan]
* 1 Sejarah
* 2 Geografis
* 3 Penduduk
o 3.1 Suku Bangsa
o 3.2 Agama
o 3.3 Bahasa
* 4 Ekonomi
o 4.1 Komunikasi, Media & Hiburan
* 5 Pemerintahan
o 5.1 Walikota
o 5.2 Pembagian Wilayah
* 6 Pendidikan
* 7 Transportasi
* 8 Pariwisata
* 9 Lihat pula
* 10 Pranala luar
sibolga
Sejarah Sibolga
SIBOLGA, Sebuah pemukiman, berada dikawasan Teluk TAPIAN NAULI, Pantai Barat Sumatera Utara. Alamnya Indah, Teluknya luas, Lautnya Dalam dan Tenang, sehingga strategis menjadi persinggahan para Pelaut untuk berlabuh. Air Jernih untuk kebutuhan Kapal cukup tersedia dari Sungai dan Air Terjun yang banyak terdapat disekitar Teluk.
Pulau-pulau yang terhampar didepannya menjadi penyangga ombak dan gelombang dari Lautan lepas Samudera Hindia.
Kawasan Teluk Tapian Nauli berkembang menjadi daerah transit kesegala jurusan, baik kepedalaman atau ke Pulau-pulau di Nusantara dan ke Daerah Luar Indonesia. Kondisi ini mendorong cepatnya pertumbuhan kehidupan dengan adanya perdagangan antara penduduk Pribumi dengan pendatang dari luar, Eropah dan Asia.
Ramai dan sibuknya perdagangan diteluk ini menimbulkan persaingan yang sering mengakibatkan lahirnya peperangan, terutama oleh orang-orang Eropah yang memaksakan kehendaknya melalui sistem monopoli dalam pembelian rempah-rempah untuk memperoleh keuntungan yang berlipat ganda.
Kapal-kapal Dagang banyak berlabuh di Teluk Tapian Nauli dan melakukan Jual-beli dengan penduduk negeri serta penduduk dari daerah tetangga.
Percepatan pertumbuhan daerah ini berlangsung dalam kurun waktu yang tidak begitu lama. Selanjutnya Sibolga dan Kawasan Teluk Tapian Nauli segera mendapat status sebagai Ibu Kota Kresidenan Tapanuli mulai dari zaman Kolonial sampai dengan zaman Kemerdekaan. Status yang tertinggi, dan pernah di Sandang Kota ini adalah bahwa Sibolga pernah menjadi Ibu Kota Propinsi Tapanuli dan Sumatera Timur pada tahun 1950 – 1951.
Rangkaian Sejarah panjang terukir di Daerah ini dalam menghadapi Penjajah untuk mempertahankan kepentingan negeri dan NKRI. Bahkan dalam pembentukan Angkatan Laut Republik Indonesia ( ALRI), Sibolga mempunyai peranan penting karena semangat juang yang dimiliki oleh para Warganya.
Hal ini dibuktikan melalui sejarah tentang terjadinya Perang Laut yang dahsyat diperairan Sibolga antara TRI – ALRI dan Lasykar Rakyat bersatu menghadapi Kapal Perang Belanda HMS Bankert yang populer disebut YT-1.
Semangat Persatuan dalam kebersamaan dan kerukunan persaudaraan tetap terjalin, walaupun Masyarakatnya terdiri dari berbagai Suku, Etnis, Bangsa dan Agama yang lazim disebut sebagai “ Negeri berbilang KAUM ”. Keadaan ini tetap terpelihara dan berwujud dalam berbagai aspek kehidupan sampai dengan sekarang ini.
Demikian juga halnya dibidang perekonomian dan Pendidikan. Sibolga pernah mencatat sejarah kesuksesannya yang dilakukan oleh Penduduk Negeri bersama Para Pendatang.
Tidak sia–sia Pendiri Sibolga memilih kawasan ini menjadi tempat pemukiman sekaligus menjadi benteng pertahanan melawan Penjajah serta menjadikan Negeri ini menjadi perekat Kerukunan antar Ummat beragama yang Damai dalam Pergaulan serta Persaudaraan.
Jauh sebelum Sibolga berdiri sudah banyak penduduk yang bermukim disekitar Pantai Barat Sumatera Utara yang lazim disebut daerah pesisir antara lain di Barus, Sorkam, Jago-jago, Singkuang dan Natal, sedangkan dikawasan Teluk Tapian Nauli pemukiman penduduk sudah ada disekitar Pargadungan dan Poriaha.
Masyarakat dari Daerah Batak Toba banyak yang datang ke Daerah Pesisir ini, untuk berdagang secara barter. Mereka membawa hasil pertanian dan hasil hutan, untuk selanjutnya ditukar dengan Garam dan Hasil Laut yang diperoleh mereka dari daerah pesisir. Mereka memikul sendiri barang-barang yang dibawanya, dalam Bahasa Batak disebut “ Marlanja “ sehingga kelompok ini terkenal dengan sebutan “ Parlanja Sira “ ( Tukang pikul Garam ).
Kehidupan ini berlangsung secara rutin dengan rute perjalanan yang ditempuh dari Batak Toba menuju Aek Raisan, sampai ke Rampah masuk ke Poriaha dan ke Pulau Porlak hingga ke Pulau Mursala yang dikenal pada saat itu sebagai tempat memasak Garam.
Sekitar tahun 1514 – 1524 terjadi gejolak antara Aceh dengan Batak dibagian Timur Sumatera Utara. Keadaan ini mengundang orang Batak Toba semakin banyak datang ke Pesisir Barat Sumatera Utara, terutama dari Daerah Silindung Tapanuli Utara, rute perjalanan adalah dari daerah Silindung menuju Aek Raisan terus ke Bonandolok menuju Meladolok hingga ke Mela dan sampai di Pulau Poncan.
Makin lama daerah Teluk Tapian Nauli semakin sibuk dan semakin ramai oleh kegiatan jual-beli rempah dan hasil Hutan dengan pedagang dari Eropah. Arab, India dan Cina demikian juga halnya Kapal-kapal Dagangpun semakin banyak singgah di daerah Teluk Tapian Nauli.
Pada saat itulah OMPU DATU HURINJOM HUTAGALUNG dari daerah Silindung membuka pemukiman baru disekitar Simaninggir Bonan Dolok sekitar 10 KM dari sebelah Utara Kota Sibolga yang ada sekarang ini. Dari tempat ini sesuai dengan sebutan namanya Simaninggir (mudah memantau) terlihat pemandangan yang sangat Indah dan sangat Luas ke daerah Laut dan Pantai sehingga sangat mudah untuk memantau keadaan.
Akhirnya daerah ini menjadi tempat persinggahan Parlanja Sira untuk melepaskan lelah dan kadang kala bermalam ditempat ini. Jika Parlanja Sira hendak singga di Simaninggir mereka tidak pernah menyebut tempat itu dengan sebutan nama pemiliknya karena, tabu bagi orang Batak menyebut nama langsung seseorang yang dituakan atau dihormati, melainkan disebut dengan gelar kebesaran atau kehormatan sehingga menyampaikan dengan Kalimat “ BETA HITA SINGGA TU INGANAN NI SI BALGA I “ ( Ayo kita singga ketempat orang Besar itu ).
Hal ini karena perawakan pisik Ompu Datu Hurimjon Hutagalung berbadan besar dan tinggi dengan Kharisma Spritual. Anak-anaknya juga berperawakan yang sama dengan beliau sehingga salah satu anaknya diberi nama Raja Ompu Timbo.
Karena ulah Kolonial Belanda penduduk pribumi melakukan pemberontakan didaerah pesisir Barat Sumatera Utara, dari tahun 1675 – 1678 maka Ompu Datu Hirinjom bersama anaknya Raja Ompu Timbo memindahkan pemukimannya ke MelaDolok kemudian ke daerah lereng dan bukit Simare-mare sehingga rute perjalanan Parlanja Sira beralih dari Silindung menuju Aek Raisan terus ke Simaninggir ke Mela Dolok terus ke Simare-mare menuju Pulo Rembang hingga ke Pulo Poncan, namun demikian julukan Si Balga tetap menjadi sebutan oleh Parlanja Sira apabila ingin melepaskan lelah walaupun pemukiman Ompu Datu Hurinjom bersama anaknya telah berada disekitar Mela Dolok.
Karena Persaingan dagang di Teluk Tapian Nauli semakin tinggi maka Raja Luka anak Raja Ompu Timbo mulai mengembangkan wilayah pemukiman ke daerah Pantai disekitar Sungai Aek Doras yaitu kawasan Kantor Pos dan Gedung Nasional yang ada pada saat ini. Keberanian Raja Luka menerobos dan mendorong pengembangan pemukiman kearah pantai dalam situasi komplik disekitar Pantai Teluk Tapian Nauli merupakan lambang keberanian dan kegagahan yang luar biasa, sehingga beliau mendapat julukan Tuanku Dorong. Suatu gelar kehormatan bagi pemimpin yang membela negerinya. Gelar tersebut melekat pada Raja Luka sedangkan pengembangan pemukiman dan wilayah ke arah pantai tetap disebut dengan nama “ Si Balga “. Atau SI BOLGA
Pembukaan secara resmi tempat ini menjadi pemukiman berlangsung pada tanggal 2 April 1700 dan sebagai mana lazimnya orang Batak membuka pemukiman/Kampung yang baru selalu dilengkapi dengan Raja, Pangulima dan Datu.
Nama Sibolga menjadi populer untuk pemukiman baru ini walaupun pernah berobah-obah menurut dialek orang yang mengucapkannya bila orang Batak mengucapkannya SI BALGA atau SI BOLGA, sedangkan orang Pesisir mengucapkannya SIBOGA sementara orang Belanda dan Inggris mengucapkannya SIBOUGAH, sedangkan orang Jepang mengucapkannya dengan SIBARUGA karena orang Jepang susah menyebutkan huruf L
SIBOLGA DALAM PEMBENAHAN
Pada saat Parlanja Sira dari Batak Toba datang ke wilayah Teluk Tapian Nauli kegiatan perdagangan sudah ada dan berlangsung di Daerah ini berpusat di Pulau Poncan Ketek. Di Pulau inilah tempat berlabuhnya Kapal-kapal Dagang sementara yang menguasai Pulau Poncan silih berganti antara Belanda dan Inggris. Pada Tahun 1755 Inggris mengusir Belanda dari Pulau Poncan Ketek, lalu mendirikan Benteng pertahanan dan Pemerintah Inggris dengan mengangkat seorang Datuk yang bernama DATUK ITAM yang dibawa dari Bengkulu untuk membantu dalam urusan Pasar dan membawahi Pangulu Jambur atau Etnik yang ada di Pulau Poncan. Datuk ini terkenal dengan sebutan Datuk Itam dan dikenal pula dengan sebutan Datuk Pasar, sesuai dengan Jabatannya.
Dalam menata hubungan Raja Sibolga dengan Tetangga John Prince Residen Inggris meminta agar diadakan Perjanjian Bersama antar Raja-raja dengan Residen terutamadalam mengatasi perselisihan, dan penataan Pengembangan Wilayah. Perjanjian ini disebut Perjanjian TIGO BA DUSANAK berlangsung pada tanggal 11 Maret 1815. Perjanjian ini dilakukan antara Raja-raja di Teluk Tapian Nauli dengan Raja-raja di daerah Tetangga. Pada pokoknya isi perjanjian tersebut menyangkut penataan hidup berdampingan antara Raja-Raja di TeLuk. Jika terdapat perselisihan antara Raja dengan Raja, maka Raja yang ketiga menjadi penengah. Kalau terdapat jalan buntu, baru dihadapkan kepada Residen. Perjanjian tersebut adalah menyangkut apabila terjadi perselisihan antara Raja dengan Raja lain, maka Raja yang ke tiga menjadi penengah, dan kalau terdapat jalan buntu baru dihadapkan kepada Residen.
Khusus kepada Raja Sibolga ditugaskan untuk meramaikan Negerinya. Pada dasarnya Perjanjian ini sangat banyak membantu John Prince sebagai Residen terutama dalammengahadapi Penduduk Pribumi tetapi Perjanjian ini juga merupakan langkah awal bagi Raja-raja didaratan melakukan hubungan baik sesama mereka.
Sesuai dengan isi Traktak London 1824 maka pada tanggal 9 Pebruari 1825 Inggris menyerahkan Poncan Ketek kepada Belanda dan selama dalam penguasaan Belandadaerah ini tidak pernah tenteram selalu timbul huruhara di Laut dan di Daratan, karena Penduduk Negeri sering tidak senang dengan perlakuan Belanda.
Untuk membantu perlawanan Penduduk Negeri di Pantai Barat Sumatera Utara Raja Sibolga pernah mendapat bantuan Pasukan dari Anak yang di Pertuan Agung Raja Pagaruyung demikian juga Raja Sibolga pernah mengirimkan anaknya yang bernama Sutan Amir Husin Hutagalung ke Bonjol untuk membantu Panglima Imam Bonjol pada Perang Bonjol melawan Belanda pada tahun 1825 di sana anak Raja Sibolga tersebut mendapat gelar kehormatan dan diangkat sebagai SUTAN SAMAN.
Belanda sangat kewalahan menghadapi berbagai kerusuhan antara lain Perampokan di Laut maupun di Darat yang dilakukan oleh orang yang bernama SI SONGE ( yang menakutkan ) dan puncak malapetaka yang dihadapi Belanda adalah pada tanggal 14 Desember 1829 Marah Sidi melakukan penyergapan Malam ke Poncan Ketek dengan menghancurkan semua pertahanan Belanda di Pulau tersebut.
Akhirnya penduduk berangsur-angsur meninggalkan Poncan Ketek berpindah ke daratan Sibolga dan tahun 1848 Pulau Poncan Ketek di kosongkan dan Pusat Pemeintahan Militer Belanda di Pindahkan ke Sibolga.
Penduduk Sibolga menjadi ramai dengan pendatang baru lahan kering untuk pemukiman sudah habis, untuk mengatasi penyediaan lahan Raja Sibolga menyetujui penimbunan rawa-rawa serta pembuatan parit ke arah Timur dan Selatan Sibolga, lahan baru dimaksud dipersiapkan untuk para pendatang termasuk penduduk yang pindah dari Poncan Ketek.
Hal ini sangat jelas tergambar dari syair yang sangat akrab dikumandangkan dalam Sikambang yang berbunyi :
“ SIBOGA JOLONG BASUSUK BANDA DIGALI URANG RANTAI “
Akhirnya penduduk Sibolga bertambah terus, diramaikan oleh Para Pendatang dari berbagai Suku, Etnik dan Bangsa, maka pada tanggal 1 Maret 1851 dilakukanlah pembinaan Masyarakat oleh Raja Sibolga bersama Conperus Residen Tapanuli yang menyangkut
Tentang penetapan Adat yang berlaku di Sibolga dan menunjuk Raja Sibolga sebagai Pemangku ADAT, dan penetapan tugas masing-masing Datuk untuk urusan Pasar dan Belasting Pangulu untuk urusan Suku dan Etnis sedangkan Kepala Kuria membawahi Kepala Kampung.
Dalam hal ini sebait Pantun yang lazim dan akrab di telinga orang Pesisir Sibolga yang berbunyi :
“ JANGAN TA KAPAK KAPAK, KINI KAPAK PAMBALAH KAYU
JANGAN TA BATAK BATAK, KINI BATAK ALA JADI MALAYU “
Semenjak itu Sibolga menjadi Pusat Pemerintahan dengan Luas Wilayah yang bervariasi sejak terbentuknya sampai sekarang dan menurut catatan Sejarah Sibolga sebagai tempat Pemukiman tetap menerima beban tugas sebagai IBU KOTA PUSAT PEMERINTAHAN. Jenjang Jabatan Pemerintahan yang pernah berkedudukan di Sibolga adalah sebagai berikut :
1. Raja merupakan Penguasa Wilayah dalam Sistim Pemerintahan Tradisional
2. Datuk sebutan kepada orang yang mengurus Pasar, memungut Belasting dan Pajak
3. Pangulu orang yang ditugasi untuk mengurus atau memimpin Suku atau Etnis
4. Kepala Kampung sebutan kepada orang yang mewakili Pemerintahan dibawah Kuria.
5. Kuria sebutan pengganti istilah Raja oleh Belanda yang bertugas membawahi Kepala Kampung.
6. Koeriahoofd sebutan untuk Kepala Kuria
7. Demang sebutan untuk yang membawahi Kuria
8. Kontroler sebutan untuk orang yang mengatur Onderafdeeling ( Kecamatan )
9. Asisten Residen orang yang bertugas sebagai Wakil Residen dalam mengurus Wilayah setingkat Affdeeling/Kabupaten
10. Residen sebutan untuk Kepala Pemerintahan tingkat Residen ( Propinsi )
11. BUNSYU orang yang ditugasi memimpin Affdeeling pada Zaman Jepang
12. SITYOTYO orang yang ditugasi memimpin Pemerintahan Kota
13. BUPATI orang diserahi untuk memimpin Pemerintahan Kabupaten bermula Kabupaten Sibolga, beralih menjadi Kabupaten Tapanuli Tengah
14. Walikota orang yang diserahi untuk memimpin Kotapraja kemudian beralih menjadi Kota Madya dan selanjutnya sekarang disebut KOTA.
15. GUBERNUR orang yang diserahi untuk memimpin Provinsi Tapanuli dan Sumatera Timur.
16. PEMBANTU GUBERNUR orang diserahi untuk memimpin sebagai Pembantu Gubernur Sumatera Utara untuk Wilayah Pembangunan I Sumatera Utara
“ PONCAN KETEK PONCAN GADANG
DIANTARONYO SI PULO BANGKE
SIBOGA NAN KETEK KITO PAGADANG
SUPAYO HIDUP INDAK MARASE “
Posted by SIBOLGA KOTA BERBILANG KAUM
SIBOLGA, Sebuah pemukiman, berada dikawasan Teluk TAPIAN NAULI, Pantai Barat Sumatera Utara. Alamnya Indah, Teluknya luas, Lautnya Dalam dan Tenang, sehingga strategis menjadi persinggahan para Pelaut untuk berlabuh. Air Jernih untuk kebutuhan Kapal cukup tersedia dari Sungai dan Air Terjun yang banyak terdapat disekitar Teluk.
Pulau-pulau yang terhampar didepannya menjadi penyangga ombak dan gelombang dari Lautan lepas Samudera Hindia.
Kawasan Teluk Tapian Nauli berkembang menjadi daerah transit kesegala jurusan, baik kepedalaman atau ke Pulau-pulau di Nusantara dan ke Daerah Luar Indonesia. Kondisi ini mendorong cepatnya pertumbuhan kehidupan dengan adanya perdagangan antara penduduk Pribumi dengan pendatang dari luar, Eropah dan Asia.
Ramai dan sibuknya perdagangan diteluk ini menimbulkan persaingan yang sering mengakibatkan lahirnya peperangan, terutama oleh orang-orang Eropah yang memaksakan kehendaknya melalui sistem monopoli dalam pembelian rempah-rempah untuk memperoleh keuntungan yang berlipat ganda.
Kapal-kapal Dagang banyak berlabuh di Teluk Tapian Nauli dan melakukan Jual-beli dengan penduduk negeri serta penduduk dari daerah tetangga.
Percepatan pertumbuhan daerah ini berlangsung dalam kurun waktu yang tidak begitu lama. Selanjutnya Sibolga dan Kawasan Teluk Tapian Nauli segera mendapat status sebagai Ibu Kota Kresidenan Tapanuli mulai dari zaman Kolonial sampai dengan zaman Kemerdekaan. Status yang tertinggi, dan pernah di Sandang Kota ini adalah bahwa Sibolga pernah menjadi Ibu Kota Propinsi Tapanuli dan Sumatera Timur pada tahun 1950 – 1951.
Rangkaian Sejarah panjang terukir di Daerah ini dalam menghadapi Penjajah untuk mempertahankan kepentingan negeri dan NKRI. Bahkan dalam pembentukan Angkatan Laut Republik Indonesia ( ALRI), Sibolga mempunyai peranan penting karena semangat juang yang dimiliki oleh para Warganya.
Hal ini dibuktikan melalui sejarah tentang terjadinya Perang Laut yang dahsyat diperairan Sibolga antara TRI – ALRI dan Lasykar Rakyat bersatu menghadapi Kapal Perang Belanda HMS Bankert yang populer disebut YT-1.
Semangat Persatuan dalam kebersamaan dan kerukunan persaudaraan tetap terjalin, walaupun Masyarakatnya terdiri dari berbagai Suku, Etnis, Bangsa dan Agama yang lazim disebut sebagai “ Negeri berbilang KAUM ”. Keadaan ini tetap terpelihara dan berwujud dalam berbagai aspek kehidupan sampai dengan sekarang ini.
Demikian juga halnya dibidang perekonomian dan Pendidikan. Sibolga pernah mencatat sejarah kesuksesannya yang dilakukan oleh Penduduk Negeri bersama Para Pendatang.
Tidak sia–sia Pendiri Sibolga memilih kawasan ini menjadi tempat pemukiman sekaligus menjadi benteng pertahanan melawan Penjajah serta menjadikan Negeri ini menjadi perekat Kerukunan antar Ummat beragama yang Damai dalam Pergaulan serta Persaudaraan.
Jauh sebelum Sibolga berdiri sudah banyak penduduk yang bermukim disekitar Pantai Barat Sumatera Utara yang lazim disebut daerah pesisir antara lain di Barus, Sorkam, Jago-jago, Singkuang dan Natal, sedangkan dikawasan Teluk Tapian Nauli pemukiman penduduk sudah ada disekitar Pargadungan dan Poriaha.
Masyarakat dari Daerah Batak Toba banyak yang datang ke Daerah Pesisir ini, untuk berdagang secara barter. Mereka membawa hasil pertanian dan hasil hutan, untuk selanjutnya ditukar dengan Garam dan Hasil Laut yang diperoleh mereka dari daerah pesisir. Mereka memikul sendiri barang-barang yang dibawanya, dalam Bahasa Batak disebut “ Marlanja “ sehingga kelompok ini terkenal dengan sebutan “ Parlanja Sira “ ( Tukang pikul Garam ).
Kehidupan ini berlangsung secara rutin dengan rute perjalanan yang ditempuh dari Batak Toba menuju Aek Raisan, sampai ke Rampah masuk ke Poriaha dan ke Pulau Porlak hingga ke Pulau Mursala yang dikenal pada saat itu sebagai tempat memasak Garam.
Sekitar tahun 1514 – 1524 terjadi gejolak antara Aceh dengan Batak dibagian Timur Sumatera Utara. Keadaan ini mengundang orang Batak Toba semakin banyak datang ke Pesisir Barat Sumatera Utara, terutama dari Daerah Silindung Tapanuli Utara, rute perjalanan adalah dari daerah Silindung menuju Aek Raisan terus ke Bonandolok menuju Meladolok hingga ke Mela dan sampai di Pulau Poncan.
Makin lama daerah Teluk Tapian Nauli semakin sibuk dan semakin ramai oleh kegiatan jual-beli rempah dan hasil Hutan dengan pedagang dari Eropah. Arab, India dan Cina demikian juga halnya Kapal-kapal Dagangpun semakin banyak singgah di daerah Teluk Tapian Nauli.
Pada saat itulah OMPU DATU HURINJOM HUTAGALUNG dari daerah Silindung membuka pemukiman baru disekitar Simaninggir Bonan Dolok sekitar 10 KM dari sebelah Utara Kota Sibolga yang ada sekarang ini. Dari tempat ini sesuai dengan sebutan namanya Simaninggir (mudah memantau) terlihat pemandangan yang sangat Indah dan sangat Luas ke daerah Laut dan Pantai sehingga sangat mudah untuk memantau keadaan.
Akhirnya daerah ini menjadi tempat persinggahan Parlanja Sira untuk melepaskan lelah dan kadang kala bermalam ditempat ini. Jika Parlanja Sira hendak singga di Simaninggir mereka tidak pernah menyebut tempat itu dengan sebutan nama pemiliknya karena, tabu bagi orang Batak menyebut nama langsung seseorang yang dituakan atau dihormati, melainkan disebut dengan gelar kebesaran atau kehormatan sehingga menyampaikan dengan Kalimat “ BETA HITA SINGGA TU INGANAN NI SI BALGA I “ ( Ayo kita singga ketempat orang Besar itu ).
Hal ini karena perawakan pisik Ompu Datu Hurimjon Hutagalung berbadan besar dan tinggi dengan Kharisma Spritual. Anak-anaknya juga berperawakan yang sama dengan beliau sehingga salah satu anaknya diberi nama Raja Ompu Timbo.
Karena ulah Kolonial Belanda penduduk pribumi melakukan pemberontakan didaerah pesisir Barat Sumatera Utara, dari tahun 1675 – 1678 maka Ompu Datu Hirinjom bersama anaknya Raja Ompu Timbo memindahkan pemukimannya ke MelaDolok kemudian ke daerah lereng dan bukit Simare-mare sehingga rute perjalanan Parlanja Sira beralih dari Silindung menuju Aek Raisan terus ke Simaninggir ke Mela Dolok terus ke Simare-mare menuju Pulo Rembang hingga ke Pulo Poncan, namun demikian julukan Si Balga tetap menjadi sebutan oleh Parlanja Sira apabila ingin melepaskan lelah walaupun pemukiman Ompu Datu Hurinjom bersama anaknya telah berada disekitar Mela Dolok.
Karena Persaingan dagang di Teluk Tapian Nauli semakin tinggi maka Raja Luka anak Raja Ompu Timbo mulai mengembangkan wilayah pemukiman ke daerah Pantai disekitar Sungai Aek Doras yaitu kawasan Kantor Pos dan Gedung Nasional yang ada pada saat ini. Keberanian Raja Luka menerobos dan mendorong pengembangan pemukiman kearah pantai dalam situasi komplik disekitar Pantai Teluk Tapian Nauli merupakan lambang keberanian dan kegagahan yang luar biasa, sehingga beliau mendapat julukan Tuanku Dorong. Suatu gelar kehormatan bagi pemimpin yang membela negerinya. Gelar tersebut melekat pada Raja Luka sedangkan pengembangan pemukiman dan wilayah ke arah pantai tetap disebut dengan nama “ Si Balga “. Atau SI BOLGA
Pembukaan secara resmi tempat ini menjadi pemukiman berlangsung pada tanggal 2 April 1700 dan sebagai mana lazimnya orang Batak membuka pemukiman/Kampung yang baru selalu dilengkapi dengan Raja, Pangulima dan Datu.
Nama Sibolga menjadi populer untuk pemukiman baru ini walaupun pernah berobah-obah menurut dialek orang yang mengucapkannya bila orang Batak mengucapkannya SI BALGA atau SI BOLGA, sedangkan orang Pesisir mengucapkannya SIBOGA sementara orang Belanda dan Inggris mengucapkannya SIBOUGAH, sedangkan orang Jepang mengucapkannya dengan SIBARUGA karena orang Jepang susah menyebutkan huruf L
SIBOLGA DALAM PEMBENAHAN
Pada saat Parlanja Sira dari Batak Toba datang ke wilayah Teluk Tapian Nauli kegiatan perdagangan sudah ada dan berlangsung di Daerah ini berpusat di Pulau Poncan Ketek. Di Pulau inilah tempat berlabuhnya Kapal-kapal Dagang sementara yang menguasai Pulau Poncan silih berganti antara Belanda dan Inggris. Pada Tahun 1755 Inggris mengusir Belanda dari Pulau Poncan Ketek, lalu mendirikan Benteng pertahanan dan Pemerintah Inggris dengan mengangkat seorang Datuk yang bernama DATUK ITAM yang dibawa dari Bengkulu untuk membantu dalam urusan Pasar dan membawahi Pangulu Jambur atau Etnik yang ada di Pulau Poncan. Datuk ini terkenal dengan sebutan Datuk Itam dan dikenal pula dengan sebutan Datuk Pasar, sesuai dengan Jabatannya.
Dalam menata hubungan Raja Sibolga dengan Tetangga John Prince Residen Inggris meminta agar diadakan Perjanjian Bersama antar Raja-raja dengan Residen terutamadalam mengatasi perselisihan, dan penataan Pengembangan Wilayah. Perjanjian ini disebut Perjanjian TIGO BA DUSANAK berlangsung pada tanggal 11 Maret 1815. Perjanjian ini dilakukan antara Raja-raja di Teluk Tapian Nauli dengan Raja-raja di daerah Tetangga. Pada pokoknya isi perjanjian tersebut menyangkut penataan hidup berdampingan antara Raja-Raja di TeLuk. Jika terdapat perselisihan antara Raja dengan Raja, maka Raja yang ketiga menjadi penengah. Kalau terdapat jalan buntu, baru dihadapkan kepada Residen. Perjanjian tersebut adalah menyangkut apabila terjadi perselisihan antara Raja dengan Raja lain, maka Raja yang ke tiga menjadi penengah, dan kalau terdapat jalan buntu baru dihadapkan kepada Residen.
Khusus kepada Raja Sibolga ditugaskan untuk meramaikan Negerinya. Pada dasarnya Perjanjian ini sangat banyak membantu John Prince sebagai Residen terutama dalammengahadapi Penduduk Pribumi tetapi Perjanjian ini juga merupakan langkah awal bagi Raja-raja didaratan melakukan hubungan baik sesama mereka.
Sesuai dengan isi Traktak London 1824 maka pada tanggal 9 Pebruari 1825 Inggris menyerahkan Poncan Ketek kepada Belanda dan selama dalam penguasaan Belandadaerah ini tidak pernah tenteram selalu timbul huruhara di Laut dan di Daratan, karena Penduduk Negeri sering tidak senang dengan perlakuan Belanda.
Untuk membantu perlawanan Penduduk Negeri di Pantai Barat Sumatera Utara Raja Sibolga pernah mendapat bantuan Pasukan dari Anak yang di Pertuan Agung Raja Pagaruyung demikian juga Raja Sibolga pernah mengirimkan anaknya yang bernama Sutan Amir Husin Hutagalung ke Bonjol untuk membantu Panglima Imam Bonjol pada Perang Bonjol melawan Belanda pada tahun 1825 di sana anak Raja Sibolga tersebut mendapat gelar kehormatan dan diangkat sebagai SUTAN SAMAN.
Belanda sangat kewalahan menghadapi berbagai kerusuhan antara lain Perampokan di Laut maupun di Darat yang dilakukan oleh orang yang bernama SI SONGE ( yang menakutkan ) dan puncak malapetaka yang dihadapi Belanda adalah pada tanggal 14 Desember 1829 Marah Sidi melakukan penyergapan Malam ke Poncan Ketek dengan menghancurkan semua pertahanan Belanda di Pulau tersebut.
Akhirnya penduduk berangsur-angsur meninggalkan Poncan Ketek berpindah ke daratan Sibolga dan tahun 1848 Pulau Poncan Ketek di kosongkan dan Pusat Pemeintahan Militer Belanda di Pindahkan ke Sibolga.
Penduduk Sibolga menjadi ramai dengan pendatang baru lahan kering untuk pemukiman sudah habis, untuk mengatasi penyediaan lahan Raja Sibolga menyetujui penimbunan rawa-rawa serta pembuatan parit ke arah Timur dan Selatan Sibolga, lahan baru dimaksud dipersiapkan untuk para pendatang termasuk penduduk yang pindah dari Poncan Ketek.
Hal ini sangat jelas tergambar dari syair yang sangat akrab dikumandangkan dalam Sikambang yang berbunyi :
“ SIBOGA JOLONG BASUSUK BANDA DIGALI URANG RANTAI “
Akhirnya penduduk Sibolga bertambah terus, diramaikan oleh Para Pendatang dari berbagai Suku, Etnik dan Bangsa, maka pada tanggal 1 Maret 1851 dilakukanlah pembinaan Masyarakat oleh Raja Sibolga bersama Conperus Residen Tapanuli yang menyangkut
Tentang penetapan Adat yang berlaku di Sibolga dan menunjuk Raja Sibolga sebagai Pemangku ADAT, dan penetapan tugas masing-masing Datuk untuk urusan Pasar dan Belasting Pangulu untuk urusan Suku dan Etnis sedangkan Kepala Kuria membawahi Kepala Kampung.
Dalam hal ini sebait Pantun yang lazim dan akrab di telinga orang Pesisir Sibolga yang berbunyi :
“ JANGAN TA KAPAK KAPAK, KINI KAPAK PAMBALAH KAYU
JANGAN TA BATAK BATAK, KINI BATAK ALA JADI MALAYU “
Semenjak itu Sibolga menjadi Pusat Pemerintahan dengan Luas Wilayah yang bervariasi sejak terbentuknya sampai sekarang dan menurut catatan Sejarah Sibolga sebagai tempat Pemukiman tetap menerima beban tugas sebagai IBU KOTA PUSAT PEMERINTAHAN. Jenjang Jabatan Pemerintahan yang pernah berkedudukan di Sibolga adalah sebagai berikut :
1. Raja merupakan Penguasa Wilayah dalam Sistim Pemerintahan Tradisional
2. Datuk sebutan kepada orang yang mengurus Pasar, memungut Belasting dan Pajak
3. Pangulu orang yang ditugasi untuk mengurus atau memimpin Suku atau Etnis
4. Kepala Kampung sebutan kepada orang yang mewakili Pemerintahan dibawah Kuria.
5. Kuria sebutan pengganti istilah Raja oleh Belanda yang bertugas membawahi Kepala Kampung.
6. Koeriahoofd sebutan untuk Kepala Kuria
7. Demang sebutan untuk yang membawahi Kuria
8. Kontroler sebutan untuk orang yang mengatur Onderafdeeling ( Kecamatan )
9. Asisten Residen orang yang bertugas sebagai Wakil Residen dalam mengurus Wilayah setingkat Affdeeling/Kabupaten
10. Residen sebutan untuk Kepala Pemerintahan tingkat Residen ( Propinsi )
11. BUNSYU orang yang ditugasi memimpin Affdeeling pada Zaman Jepang
12. SITYOTYO orang yang ditugasi memimpin Pemerintahan Kota
13. BUPATI orang diserahi untuk memimpin Pemerintahan Kabupaten bermula Kabupaten Sibolga, beralih menjadi Kabupaten Tapanuli Tengah
14. Walikota orang yang diserahi untuk memimpin Kotapraja kemudian beralih menjadi Kota Madya dan selanjutnya sekarang disebut KOTA.
15. GUBERNUR orang yang diserahi untuk memimpin Provinsi Tapanuli dan Sumatera Timur.
16. PEMBANTU GUBERNUR orang diserahi untuk memimpin sebagai Pembantu Gubernur Sumatera Utara untuk Wilayah Pembangunan I Sumatera Utara
“ PONCAN KETEK PONCAN GADANG
DIANTARONYO SI PULO BANGKE
SIBOGA NAN KETEK KITO PAGADANG
SUPAYO HIDUP INDAK MARASE “
Posted by SIBOLGA KOTA BERBILANG KAUM
Langganan:
Postingan (Atom)